A.
Pengertian luka bakar
1.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan
oleh transfer energi dan sumber panas ke tubuh. (Bruner & Sudart, 2000).
2.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan
oleh suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi juga
oleh sebab kontak dengan suhu rendah. (Mansjoer, Arif. 2000).
B.
Etiologi
Luka
bakar dikategorikan berdasarkan mekanisme injuri meliputi:
1.
Luka Bakar Termal
Luka
bakar thermal (panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api, cairan
panas atau objek-objek panas lainnya.
2.
Luka Bakar Kimia
Luka
bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam
atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan
yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia
dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan
dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat
kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
3.
Luka Bakar Elektrik
Luka
bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi
listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh.
4.
Luka Bakar Radiasi
Luka
bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri
ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau
dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar
oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu
tipe luka bakar radiasi.
C.
Respon lokal dan luas luka bakar
Luka
bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan dalamnya jaringan yang rusak dan
disebut sebagai luka bakar suprefisial partial-thickness dan full-thickness. Istilah
deskristif yang sesuai adalah luka bakar derajat-satu, derajat-dua dan
derajat-tiga.
1.
Berdasarkan kedalaman kerusakan kulit
a.
Luka bakar derajat-satu, epidermis
mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut
bisa terasa nyeri tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari atau
mengalami lepuh atau bulae.
b.
Luka bakar derajat-dua, meliputi
destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis
yang lebih dalam. tersebut terasa nyeri
tampak merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang
terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler ; folikel rambut masih utuh.
c.
Luka bakar derajat-tiga, meliputi
destruksi total epidermis serta dermis dan pada sebagian kasus jaringan yang
berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai dari warna putih
hingga merah coklat atau hitam. Daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena
serabut-serabut sarafnya hancur. Luka bakar tersebut tampak seperti bahan
kulit. Folikel rambut dan kelenjar
keringat turut hancur.
Dalam menentukan dalamnya luka bakar kita harus
mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :
1)
Riwayat terjadinya luka bakar
2)
Penyebab luka bakar, seperti nyala api
atau cairan yang mendidih
3)
Suhu agen yang menyebabkan luka bakar
4)
Lamanya kontak dengan agens
5)
Tebalnya kulit
2.
Berdasarkan luas permukaan tubuh
a.
Rumus Sembilan ( Rule of Nine ).
Estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar
disederhanakan dengan menggunakan rumus Sembilan. Rumus Sembilan merupakan cara
yang cepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan
persentase dalam kelipatan Sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas.
Tabel persentase luka bakar berdasarkan rule of
nine:
Area
|
%
|
Head & Neck
|
9
|
Dada dan Abdomen
|
18
|
Punggung
|
18
|
Genital
|
1
|
Tangan kanan
|
9
|
Tangan kiri
|
9
|
Paha kanan
|
9
|
Paha Kiri
|
9
|
Kaki kanan
|
9
|
Kaki kiri
|
9
|
b.
Metode lund dan Browder
Metode yang lebih tepat untuk
memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar adalah metode lund dan browder
yang mengakui bahwa persentase luas luka bakar berbagai bagian anatomi, khusus
nya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan. Dengan membagi tubuh
menjadi daerah-daerah yang sangat kecil dan memberikan estimasi proporsi luas
permukaan tubuh untuk bagian-bagian tubuh tersebut, kita bias memperoleh
estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar.
c.
Metode telapak tangan
Pada banyak pasien dengan luka
bakar yang menyebar, metode yang dipakai untuk memperkirakan presentasi luka
bakar adalah metode telapak tangan (palm method). Lebar telapak tangan pasien
kurang lebih sebesar 1% luas permukaan tubuhnya. Lebar telapak tangan dapat
digunakan untuk menilai luas luka baka
D.
Patofisiologi
|
E. Respon
sistemik terhadap luka bakar
1.
Respons sistemik
Perubahan
patofisiologi yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama periode syok
luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan dan hipofungsi organ yang terjadi
sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti fase hiperdinamik serta
hipermetabolik. Pasien yang luka bakarnya tidak melampaui 20% dari luas total
permukaan tubuh akan memperlihatkan respon yang terutama bersifat lokal.
Insidensi, intensitas dan durasi perubahan patofisiologik pada luka bakar
sebanding dengan luasnya luka bakar dengan respon maksimal terlihat pada luka
bakar yang mengenai 60% atau lebih luas dari permukaan tubuh. Kejadian sestemik
awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat
hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan,
natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruang interstial.
2.
Respons kardiovaskuler
Curah
jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya
volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan
tekanan darah. Keadaan ini merupakan syok luka bakar. Sebagai respons, system
saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer
(vasokonstiksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya, vasokonstriksi pembuluh
darah perifer menurunkan curah jantung.
Resisutasi
cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah dalam
kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik. Meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian jantung—tekanan
vena sentral, tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis
tetap rendah selama periode syok luka bakar. Jika resusitasi cairan tidak
adekuat, akan terjadi syok distributif.
3.
Efek pada cairan, elektrolit dan volume
darah
Volume
darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka
bakar. Disamping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat
mencapai 3 hingga 5 L atau lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit
yang terbakar ditutup.
Selama
syok luka bakar, respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan
bervariasi. Biasanya hiponatremia (deplesi natrium) terjadi. Hiponatremia juga
sering dijumpai dalam minggu pertama fase akut karena air akan pindah dari
ruang interstitial ke dalam ruang vaskuler. Segera setelah terjadi luka bakar,
hiperkalemia (kadar kalium yang tinggi) akan dijumpai sebagai akibat dari
destruksi sel yang massif. Hipikalemia dapat terjadi kemudian dengan
berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
Pada
saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian lainnya
mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati terjadi keadaan ini, nilai
hematokrit pasien dapat meninggi akibat kehilangan plasma. Kehilangan darah
selama prosedur pembedahan, perawatan luka dan dan pemeriksaan untuk menegakkan
diagnosis serta tindakan hemodialisis lebih lanjut turut menyebabkan anemia.
Tranfusi darah diperlukan secara periodik untuk mempertahankan kadar
hemoglobin. Abnormalitas koagulasi, yang mencakup penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) dan masa pembekuan serta waktu protombin yang memanjang juga
ditemukan pada luka bakar.
4.
Respons pulmoner
Sepertiga
dari pasien-pasien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner yang berhubungan
dengan luka bakar. Meskipun tidak terjadi cedera pulmoner, hipoksia (starvasi
oksigen dapat dijumpai). Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh
jaringan tubuh pasien akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan
hipermetabolisme dan respon lokal (White, 1993). Untuk memastikan tersedianya
oksigen bagi jaringan, mungkin diperlukan suplemen oksigen.
F. Penatalaksanaan
1.
Fase resusitasi
a. Perawatan
awal di tempat kejadian
1) Mematikan
api
2) Mendinginkan
luka bakar
3) Melepaskan
benda penghalang
4) Menutup
luka bakar
5) Mengirigasi
luka kimia
6) Tindakan
kegawatdaruratan : ABC
7) Pencegahan
shock
b. Pemindahan
ke unit RS
1) Penatalaksanaan
shock
2) Penggantian
cairan (NHI consensus) : 2 – 4 ml/BB/% luka bakar, ½ nya diberikan dalam 8 jam pertama, ½ lagi dalam 16 jam berikutnya
2.
Fase akut/intermediate
a. Perawatan
luka umum
1) Pembersihan
luka
2) Terapi
antibiotik lokal
3) Ganti
balutan
4) Perawatan
luka tertutup/tidak tertutup
5) Hidroterapi
b. Debridemen
1) Debridemen
alami, yaitu jaringan mati yang akan memisahkan diri secara spontan dari
jaringan di bawahnya.
2) Debridemen
mekanis yaitu dengan penggunaan gunting dan forcep untuk memisahkan, mengangkat jaringan yang mati.
3) Dengan
tindakan bedah yaitu dengan eksisi primer seluruh tebal kulit atau dengan
mengupas kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai jaringan yang
masih viabel.
c. Graft
pada luka bakar
Biasanya dilakukan bila re-epitelisasi
spontan tidak mungkin terjadi :
1) Autograft
: dari kulit penderita sendiri.
2) Homograft
: kulit dari manusia yang masih hidup/ atau baru saja meninggal (balutan
biologis).
3) Heterograft
: kulit berasal dari hewan, biasanya babi (balutan biologis).
d. Balutan
luka biosintetik dan sintetik
e. Penatalaksanaan
nyeri
f. Dukungan
nutrisi
g. Fisioterapi/mobilisasi
G.
Komplikasi
1. Gagal
respirasi yang akut
2. Syok
sirkulasi
3. Gagal
ginjal akut
4. Sindrom
kompartemen
5. Ileus
paralitik
6. Ulkus
curling
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah meninggalkan komentar